Grup rock God Bless dan Soneta dipertemukan di Istora, 22 Desember 1977, dengan maksud melihat yang mana lebih hebat, rock atau dangdut. Padahal, sebelum manggung Rhoma melepaskan burung dara putih sebagai tanda perdamaian.
Bercampurnya musik rock dengan berbagai jenis musik sebenarnya hal biasa, sebagaimana terjadi dengan jazz, musik klasik, atau bahkan lagu-lagu rohani Kristiani.
Menurut Krishna Sen dan Davil T Hill dalam bukunya Media, Budaya dan Politik di Indonesia yang terbit tahun 2000, "Sesungguhnya, popularitasnya yang bertahan sebagian disebabkan karena karakter hibrydnya (mudah dicangkokkan ke jenis musik apa pun). Dengan sifat ini dangdut terus-menerus menggabungkan dan melakukan sintesa dengan genre musik lain, termasuk yang mungkin menjadi pesaing di berbagai golongan pasar Indonesia. Banyak bentuk musik populer daerah telah menelurkan berbagai varian dangdut seperti ’dangdut Sunda’ dan ’dangdut Jawa’. Demikian juga genre musik impor. Pada tahun 1980-an ada ’disko dangdut’. Tahun 1996, album Remix Dangdut House Mania sedang ngetop, saat dangdut menyesuaikan diri ke jenis musik internasional yang sedang trendi, yaitu house music".
Sebagaimana diskusinya, pertunjukan di Istora itu juga tidak memberikan solusi yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan sebagaimana biasa, sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut rocknya yang semakin membumi, album-album rekamannya yang semakin ngerock mengalir tanpa dapat dibendung, bahkan oleh Pemerintah Orde Baru yang dengan alasan politik melarangnya tampil di stasiun televisi satu-satunya, TVRI.
Album rekamannya menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang, setelah Begadang menjadi sangat populer, menyusul Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik (1977), 135 Juta (1978), Santai (1979), Hak Azazi (1980), Begadang II (1981), Sahabat (1982), hingga Indonesia (1983), yang semuanya diproduksi Yukawi Corporation. Perusahaan rekaman ini kemudian menjadi Soneta Records, milik Rhoma.
Dengan keberhasilan Rhoma itu, tidak salah apa yang dikatakan Marshall McLuhan dalam Understanding Media-Extensions of Man, "The hybrid or the meeting of two media is a moment of truth and revelation from which new form is born". (Hibrida atau pertemuan dua media adalah masa yang menentukan dan menginspirasi lahirnya sebuah bentuk baru).
LANGKAH Rhoma semakin tegap. Film-filmnya Oma Irama Penasaran (1976), Gitar Tua Oma Irama (1977), Darah Muda (1977), Rhoma Irama Berkelana I (1978), Rhoma Irama Berkelana II (1978), Begadang (1978), Raja Dangdut (1978), Cinta Segitiga (1979), Camelia (1979), Perjuangan dan Doa (1980), Melody Cinta Rhoma Irama (1980), Badai Diawal Bahagia (1981), Satria Bergitar (1984), Cinta Kembar (1984), Pengabdian (1985), Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985), Menggapai Matahari I (1986), Menggapai Matahari II (1986), Nada-nada Rindu (1987), Bunga Desa (1988), JakaSwara (1990), Nada dan Dakwah (1991), serta Takbir Biru (1994) diteruskannya dengan penerbitan soundtrack yang laris manis.
Dalam Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok Harahap, yang bersama grup rock AKA-nya pernah bertarung dengan Soneta di atas panggung. Pertarungan musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita film ini.
"Secara terus terang saya mau katakan bahwa Oma Irama adalah seorang seniman musik yang menarik. Coba saja kita perhatikan, bagaimana dia membangun musik dangdut dengan warna lain daripada yang lain. Dia berani melangkah untuk mencari variasi dan pembaruan dalam musiknya," kata Ucok ketika saling membagi nasi tumpeng dengan Rhoma dalam acara selamatan dimulainya produksi film itu akhir November 1977.
Film-filmnya Rhoma tidak salah jika dikatakan sebagai film musik rock bernapas Islam yang pertama di dunia. Terutama Perjuangan dan Doa, yang mengisahkan perjalanan Rhoma dan Orkes Melayu Sonetanya ke berbagai daerah sambil berdakwah. Tujuh lagu yang dalam film ini semakin meyakinkan Rhoma bahwa dengan dangdut-rocknya, dia juga bisa menjalankan misi agama.
Meskipun, lagi-lagi, Rhoma diterpa berbagai komentar yang tidak setuju dengan langkahnya, seperti yang diberitakan harian Terbit, 16 Juli 1980, "Yang berpendapat misi dakwah melalui musik dan film seperti yang telah ditampilkan H Rhoma Irama sebagai tindakan yang tidak terpuji, karena masyarakat menilai Rhoma lebih condong pada komersialisme disamping penampilan Rhoma tidak ubahnya seperti Elvis Presley, seniman penyanyi barat".
Elvis memang menjadi King of Rock ’n Roll dan Rhoma yang merespons musik rock dengan baik menjadi Raja Dangdut dengan penyanyi-penyanyi dangdut lain sebagai hulubalangnya.
Diskografi :
Bercampurnya musik rock dengan berbagai jenis musik sebenarnya hal biasa, sebagaimana terjadi dengan jazz, musik klasik, atau bahkan lagu-lagu rohani Kristiani.
Menurut Krishna Sen dan Davil T Hill dalam bukunya Media, Budaya dan Politik di Indonesia yang terbit tahun 2000, "Sesungguhnya, popularitasnya yang bertahan sebagian disebabkan karena karakter hibrydnya (mudah dicangkokkan ke jenis musik apa pun). Dengan sifat ini dangdut terus-menerus menggabungkan dan melakukan sintesa dengan genre musik lain, termasuk yang mungkin menjadi pesaing di berbagai golongan pasar Indonesia. Banyak bentuk musik populer daerah telah menelurkan berbagai varian dangdut seperti ’dangdut Sunda’ dan ’dangdut Jawa’. Demikian juga genre musik impor. Pada tahun 1980-an ada ’disko dangdut’. Tahun 1996, album Remix Dangdut House Mania sedang ngetop, saat dangdut menyesuaikan diri ke jenis musik internasional yang sedang trendi, yaitu house music".
Sebagaimana diskusinya, pertunjukan di Istora itu juga tidak memberikan solusi yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan sebagaimana biasa, sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut rocknya yang semakin membumi, album-album rekamannya yang semakin ngerock mengalir tanpa dapat dibendung, bahkan oleh Pemerintah Orde Baru yang dengan alasan politik melarangnya tampil di stasiun televisi satu-satunya, TVRI.
Album rekamannya menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang, setelah Begadang menjadi sangat populer, menyusul Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik (1977), 135 Juta (1978), Santai (1979), Hak Azazi (1980), Begadang II (1981), Sahabat (1982), hingga Indonesia (1983), yang semuanya diproduksi Yukawi Corporation. Perusahaan rekaman ini kemudian menjadi Soneta Records, milik Rhoma.
Dengan keberhasilan Rhoma itu, tidak salah apa yang dikatakan Marshall McLuhan dalam Understanding Media-Extensions of Man, "The hybrid or the meeting of two media is a moment of truth and revelation from which new form is born". (Hibrida atau pertemuan dua media adalah masa yang menentukan dan menginspirasi lahirnya sebuah bentuk baru).
LANGKAH Rhoma semakin tegap. Film-filmnya Oma Irama Penasaran (1976), Gitar Tua Oma Irama (1977), Darah Muda (1977), Rhoma Irama Berkelana I (1978), Rhoma Irama Berkelana II (1978), Begadang (1978), Raja Dangdut (1978), Cinta Segitiga (1979), Camelia (1979), Perjuangan dan Doa (1980), Melody Cinta Rhoma Irama (1980), Badai Diawal Bahagia (1981), Satria Bergitar (1984), Cinta Kembar (1984), Pengabdian (1985), Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985), Menggapai Matahari I (1986), Menggapai Matahari II (1986), Nada-nada Rindu (1987), Bunga Desa (1988), JakaSwara (1990), Nada dan Dakwah (1991), serta Takbir Biru (1994) diteruskannya dengan penerbitan soundtrack yang laris manis.
Dalam Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok Harahap, yang bersama grup rock AKA-nya pernah bertarung dengan Soneta di atas panggung. Pertarungan musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita film ini.
"Secara terus terang saya mau katakan bahwa Oma Irama adalah seorang seniman musik yang menarik. Coba saja kita perhatikan, bagaimana dia membangun musik dangdut dengan warna lain daripada yang lain. Dia berani melangkah untuk mencari variasi dan pembaruan dalam musiknya," kata Ucok ketika saling membagi nasi tumpeng dengan Rhoma dalam acara selamatan dimulainya produksi film itu akhir November 1977.
Film-filmnya Rhoma tidak salah jika dikatakan sebagai film musik rock bernapas Islam yang pertama di dunia. Terutama Perjuangan dan Doa, yang mengisahkan perjalanan Rhoma dan Orkes Melayu Sonetanya ke berbagai daerah sambil berdakwah. Tujuh lagu yang dalam film ini semakin meyakinkan Rhoma bahwa dengan dangdut-rocknya, dia juga bisa menjalankan misi agama.
Meskipun, lagi-lagi, Rhoma diterpa berbagai komentar yang tidak setuju dengan langkahnya, seperti yang diberitakan harian Terbit, 16 Juli 1980, "Yang berpendapat misi dakwah melalui musik dan film seperti yang telah ditampilkan H Rhoma Irama sebagai tindakan yang tidak terpuji, karena masyarakat menilai Rhoma lebih condong pada komersialisme disamping penampilan Rhoma tidak ubahnya seperti Elvis Presley, seniman penyanyi barat".
Elvis memang menjadi King of Rock ’n Roll dan Rhoma yang merespons musik rock dengan baik menjadi Raja Dangdut dengan penyanyi-penyanyi dangdut lain sebagai hulubalangnya.
Diskografi :
Pre Soneta
- Djangan Kau Marah
- Di Rumah Sadja
- Di Dalam Bemo
- Biarkan Aku Pergi
- Anak Pertama
- Djenggo
- In Dan Dip
- Pemburu
With OM Soneta
- Dangdut
- Surat Terakhir
- Berbulan Madu
- Gelandangan
- Joget
- Janda Kembang
- Tiada Lagi
With Soneta Group (Volume Series)
- Soneta Vol-1 Begadang (1973)
- Soneta Vol-2 Penasaran (1974)
- Soneta Vol-3 Rupiah (1975)
- Soneta Vol-4 Darah Muda (1975)
- Soneta Vol-5 Musik (1976)
- Soneta Vol-6 135.000.000 (1977)
- Soneta Vol-7 Santai (1977)
- Soneta Vol-8 Hak Azazi (1978)
- Soneta Vol-9 Begadang 2 (1979)
- Soneta Vol-10 Sahabat (1980)
- Soneta Vol-11 Indonesia (1980)
- Soneta Vol-12 Renungan Dalam Nada (1981)
- Soneta Vol-13 Emansipasi Wanita (1983)
- Soneta Vol-14 Judi (1989)
- Soneta Vol-15 Gali Lobang Tutup Lobang (1989)
- Soneta Vol-16 Bujangan (1994)
Movie Soundtrack Albums
- Oma Irama Penasaran
- Gitar Tua Oma Irama
- Darah Muda
- Begadang
- Berkelana I
- Berkelana II
- Raja Dangdut
- Camelia
- Cinta Segitiga
- Perjuangan dan Doa
- Melodi Cinta
- Badai di Awal Bahagia
- Sebuah Pengorbanan
- Cinta Kembar
- Pengabdian
- Satria Bergitar
- Kemilau Cinta di Langit Jingga
- Menggapai Matahari I
- Menggapai Matahari II
- Nada-Nada Rindu
- Bunga Desa
- Jaka Swara
- Nada dan Dakwah
- Tabir Biru
- Dawai 2 Asmara
Rhoma Irama Solo Albums
- Pemilu (1982)
- Lebaran (1984)
- Persaingan (1986)
- Haji (1988)
- Modern (1989)
- Haram (1990)
- Salawat Nabi (1991)
- Kehilangan Tongkat (1993)
- Rana Duka (1994)
- Stress (1995)
- Baca (1995)
- Viva Dangdut 1996
- Mirasantika (1997)
- Reformasi (1998)
- Euforia (2000)
- Syahdu (2001)
- Asmara (2003)
- Jana Jana (2008)
- Azza(2010)
Filmography
- Oma Irama Penasaran (1976)
- Gitar Tua Oma Irama (1977)
- Darah Muda (1977)
- Rhoma Irama Berkelana I (1978)
- Rhoma Irama Berkelana II (1978)
- Begadang (1978)
- Raja Dangdut (1978)
- Cinta Segitiga (1979)
- Camelia (1979)
- Perjuangan dan Doa (1980)
- Melody Cinta Rhoma Irama (1980)
- Badai di Awal Bahagia (1981)
- Sebuah Pengorbanan (1982)
- Satria Bergitar (1984)
- Pengabdian (1984)
- Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985)
- Menggapai Matahari I (1986)
- Menggapai Matahari II (1986)
- Nada-nada Rindu (1987)
- Bunga Desa (1988)
- Jaka Swara (1990)
- Nada dan Dakwah (1991)
- Tabir Biru (1994)
- Dawai 2 Asmara (2010)
- Sajadah Ka'bah (2011)