Seorang Antropolog dari Rutgers University, Professor Helen Fisher, menjelaskan cinta dan nafsu itu berbeda. Nafsu dapat muncul seiring perjalanan cinta seperti dikutip dari howstuffworks, Kamis (24/3).
Fisher mengatakan, antara cinta dan nafsu ada komponen emosional dan fisiologis yang berbeda. Romantisme dan perasaan cinta seseorang mendorong dopamin dan kadar serotonin, yang menyebabkan perasaan gembira dan hilangnya nafsu makan. "Ketika kita sampai ke titik perasaan tersebut dan makin panjangnya jangka percintaan, tubuh kita menghasilkan lebih banyak oxytocin (dikenal sebagai "hormon cinta").
"Sementara gairah seks dan nafsu untuk seks dapat datang selama proses percintaan yang dihasilkan oleh kadar testosteron yang meningkat, baik pada pria maupun wanita. Semakin tingginya kadar testosteron menginspirasi perasaan yang terfokus pada perhatian dan gairah seksual," jelasnya.
Umumnya, lanjut Fisher, perasaan cinta itu muncul dari daya tarik seseorang. Kaum pria cenderung jatuh cinta dengan wanita dari wajahnya yang cantik. Sementara kaum wanita lebih tertarik dengan pria yang berdompet tebal.
"Kita cenderung memilih pasangan yang memiliki daya tarik dengan tingkat yang sama. Dari sudut pandang evolusi, ini masuk akal karena pria ingin memperbaiki keturunan mereka sementara wanita mencari pria yang dapat membantu mereka untuk menyokong kebutuhan anak-anak mereka," ujarnya.
Lalu apakah usia mempengaruhi keinginan untuk seks "Laki-laki muda memiliki testosteron 10 kali lebih pada awal 20-an, dan ini adalah puncak dorongan seks mereka. Di sisi lain, dorongan seksual untuk wanita saat berusia akhir 20-an dan awal 30-an," ujarnya.
Menurut Fisher, semakin menurunnya tingkat testosteron pada pria cenderung membuat mereka lebih mengasihani. Sebaliknya, dengan menurunnya tingkat estrogen pada wanita seiring dengan usia, mereka akan menjadi lebih tegas. "Ini ada hubungannya dengan kenyataan bahwa proporsi testosteron dalam sistem wanita memainkan peran yang lebih besar layaknya estrogen," katanya